Friday, 5 February 2016

69 tetaplah 69 : HmI Untuk Ummat dan Bangsa Indonesia (1947-2016)



1947 silam bahkan jauh sebelum tahun tersebut, sebelum dan setelah kemerdekan Republik Indonesia kondisi umat Islam dunia sedang mengalami ketinggalan dibandingkan dengan masyarakat eropa dengan Reinasance-nya. Perbedaan dalam penguasaan teknologi, ilmu pengetahuan, bahakan umat islam saat itu berada dalam tekanan barat yang notabene adalah orang-orang non muslim. Padahal zaman-zaman sebelumnya Islam berjaya di berbagai belahan dunia, namun umat Islam Indonesia hanya terlena dan terpaku di negerinya sendiri.  Pemahaman ajaran Islam yang tidak menyeluruh dan komperhensif, yang hanya berkutat seputar Ubudiyah atau ritual-ritual semata dalam beribadah, padahal ajaran Islam adalah ajaran yang sempurna , bisa masuk dalam segala bidang aspek kehidupan, dan tidak hanya mengajarkan hubungan antara manusia dengan Tuhan namun ekonomi, sosial, politik dan budaya pun ajaran Islam telah menyediakan instrumen-instrumennya.



Islam sesuai yang dijanjikan Allah sebagai agama yang “Rahmatan lil ‘alamin” atau Rahmat keselamatan bagi seluruh alam ini tergadaikan oleh kejumudan umat Islam yang berada dalam keterbelakangan. Dan yang sangat menyedihakan adalah munculnya beberapa golongan umat Islam akibat dari permasalahan pemahaman khilafiyah dan berdampak pada lemahnya kekuatan umat Islam.

Tekanan demi tekanan datang kepada umat Islam pasca kemeredakaan, yang saat itu penajajah masih aktif mengawasi Indonesia meskipun negeri ini sudah menyatakan kedaulatannya. Berada dalam tekanan dan pengawasan penjajah umat Islam Indonesia menjadi masyarakat kelas bawah dan menerima perlakuan tidak adil dan hanya dimanfaatkan untuk keuntungan orang-orang barat.

Kalangan kaum muda yang berorientasi pada mahasiswa saat itu adalah dibutuhkannya tempat menuntut Ilmu (perguruan tinggi). Perguruan tinggi merupakan tempat dimana melahirkan para agen perubahan kaum-kaum muda sebagai pemimpin masa depan. Sistem yang dipakai saat itu adalah sistem pendidikan Barat yang mengarah kepada sekularisme yang berakibat pada kedangkalan pemahaman agama dan aqidah para mahasiswa.

Adanya organisasi yang sepaham dengan komunis, membuat para mahasiswa Islam terbatas dalam ruang geraknya. Segala aspirasi dan pemikiran mahasiswa Islam untuk ummat saat itu bertentangan dengan mahasiswa komunis, pemahaman yang bertentangan dengan fitrah sebagai manusia.

Hal inilah yang melahirkan para pemikir mahasiswa Islam untuk dapat bergerak dan leluasa dalam menyuarakan aspirasi umat Islam sehingga lahirlah Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Mahasiswa Islam yang diwakili HmI saat itu, menjadi penyambung lidah rakyat dan ummat Islam berharap akan kemeredekan yang sebenar-benarnya merdeka.

Selama puluhan tahun HmI berdiri, segala tantangan dan pergantian kepengrusan dari periode ke periode telah dilakukan. Dalam perjalannya HmI banyak mengalami perubahan, kualitas kader mengalami kemunduran, sikap dan etika kader yang terkadang bertentangan dengan ketentuan organisasi. Hal ini terjadi di semua tingkatan organisasi, mulai dari segi komsariat, Cabang, Badko bahkan PB HmI. Tidak terlihat secara kasat mata memang, tapi orientasi kehidupan organisasi yang mengacu dalam perebutan tahta dan kekuasan organisasi sedikit mencoreng sang hijau hitam. Bukan salah dalam meraih segala yang dianggap sukses, namun cara-cara yang dilakukan tidaklah mencerminkan sang intelektual yang berIman. Biarlah segala kesalahan dan kehkilafan menjadi pembelajaran dan evaluasi diri organisasi. Kini 69 tahun HmI membuka lembar baru dalam berhimpun sebagai mahasiswa Islam.

5 februari 2016, Himpunan Mahasiswa Islam genap 69 tahun. Organisasi mahasiswa yang sudah berumur ini masih diakui keberadaannya dan tetap berada dalam garda terdepan dalam meneruskan perjuangan untuk umat. Cita – cita mulia organisasi yang termaktub dalam anggaran dasar HmI pasal 4 masih tetap menjadi pokok utama dalam ber-HmI. Terbinanya Insan Akademis, pencipta pengabdi yang bernafaskan Islam dan Bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah Subhanahu wa ta’ala.

Yaa.... 69 tahun sudah kita lalui meskipun awalnya kita tidak berada pada masa-masa pendirian HmI, namun semangat perjuangan para pendahulu tetaplah menggelora dalam hati dan jiwa. Perjuangan memepertahan kedaulatan NKRI dan Ummat 
Islam tidak semestinya luntur meski tua akan terus menunggu di kajauhan pelupuk mata. Peran serta kader insan cita harus tetap istiqomah demi bangsa.
69 yaa.. tetaplah 69 walau angka ini dibalik 360 derajat. Maknai angka 69 tahun yang penulis sampaikan adalah makna yang semestinya tercermin dalam HmI. HmI 1947 tetaplah HmI di masa kini (2016) dengan segala kekuatan dan intelektualitasnya. Tujuan dan cita-citanya tidak akan pernah tergantinkan, perjuangan tidak pernah dihentikan.

Benar adalah benar dan salah tetaplah salah, HmI lahir membawa kebenaran dalam realita kehidupan.

Biarlah mereka yang membolak-balikan fakta terhadap HmI, namun dalam kenyataanya HmI masih berdiri tegak di bumi pertiwi. Tetaplah menjadi organisasi ummat yang terus bersyukur dan Ikhlas, terusakan keyakinan Iman, nyatakan dengan usaha dan sampaikan dengan ilmu dan amal.

Saya sebagai Ketua Bidang Pemberdayaan Ummat (Kabid PU) HmI Cabang Bogor, mengajak kepada seluruh kader HmI untuk tetap istiqomah dalam ber-HmI, bersikap dan berpola pikirlah selayaknya manusia yang sadar akan pengawasan Illahi robbi Allah Subhanahu wa ta’ala.

Dalam hal ini, saya menyentil diri saya sendiri untuk tetap menjaga nama baik Himpunan Mahasiswa Islam yang tetap dalam dalam tatanan ajaran agama Islam yang kaffah.

Bahagia HmI ....

Semoga berkah segala upaya di usia yang bukan lagi muda, demi terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah subhanahu wa ta’ala.

69 tetaplah 69
HmI untuk Ummat dan Bangsa Indonesia.
(1947-2016)

Ditulis oleh : Muhamad Iqbal S.EI
Kabid PU HmI Cabang Bogor

0 comments:

Post a Comment